PROSES PEMEROLEHAN BAHASA DAN PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA
PROSES PEMEROLEHAN
BAHASA DAN PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA
Untuk Memenuhi Mata Kuliah Strategi
Pembelajaran BI
Dosen
Pembimbing :
M.
Bayu Firmansyah. M.Pd
Disusun
oleh :
Nur Lailatuz Z.
(16188201028)
STKIP PGRI PASURUAN
Jl.
Kihajar Dewantara 27-29 pasuruan
Setelah seorang anak memperoleh bahasa
pertamanya (B1), maka anak itu akan mengalami proses pemerolehan bahasa kedua
(B2) melalui apa yang disebut dengan pembelajaran bahasa. Penggunaan istilah
bahasa ibu perlu dilakukan dengan hati-hati, terutama di kota besar yang
multilingual seperti jakarta, bahwa bahasa ibu seseorang bukanlah bahasa yang
digunakan atau dikuasai si ibu sejak lahir. Di jakarta banyak suami istri yang
bila berdua saja menggunakan bahasa daerah mereka (bahasa ibu), tetapi di
tengah anak-anak mereka menggunakan bahasa indonesia. Dengan demikian, bahasa
ibu atau bahasa si anak adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa yang digunakan
oleh ibu dan bapak mereka.
Jadi, penggunaan istilah bahasa pertama
akan lebih tepat daripada penggunaan bahasa ibu. Sementara itu, yang dimaksud
bahasa ibu adalah “bahasa asuh” yang digunakan seorang ibu ketika komunikasi
dengan anaknya sejak lahir atau paling dini.
B. Uraian
Belajar bahasa kedua terjadi pada
masyarakat multilingual, yakni pada saat peserta didik harus mulai belajar
bahasa kedua untuk dapat berkomunikasi anatardaerah, antarprovinsi atau di
lingkungan masyarakat perbatasan.
Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar,
pemerolehan bahasa merupakan sebuah aktivitas dengan dua dimensi. Proses itu
biasanya dialami oleh semua peserta didik tanpa memandang latar belakang, usia,
dan konteks pemerolehan bahasa. Selama dua abad terakhir, pengguanaan
terminologi linguistics, sociolinguistics, anthropological lingistics, dan
psycholinguistics telah mengubah definisi dan korpus kerja mengenai bahasa.
Ilmu-ilmu bahasa membantu kebijakan
tentang bahasa dan perencanaannya dan pengembangan bahasa ibu (native language)
serta pendidikan bilingual. Sifat-sifat bahasa mempunyai banyak fungsi pada
saat yang bersamaan : a.) alat-alat dasar dari seorang individu; b) tanda-tanda
dari identitas kebudayaannya; c) alat untuk mengatur dan menafsirkan dunia
sekitarnya. Beberapa bahasa mugkin murni sebagai bahasa kesusasteraan yang
dipakai sebagai komunikasi terbatas di antara kaum elit atau tujuan-tujuan
budaya yang lebih tinggi, seperti pendidikan di universitas.
Terdapat bahasa-bahasa minoritas, yaitu
bahasa yang biasanya dipergunakan oleh beberapa kelompok yang secara politis
dan sosial tidak menguntungkan.
1.
Isu
Subtansi Bahasa
Isu
yang berkaitan dengan subtansi bahasa meliputi transfer bahasa, masukan
(input), dan variabilitas. Analisis kontrastif (contrastive analysis) diyakini
dapat dijadikan instrumen yang handal untuk memprediksi kesulitan belajar
bahasa kedua. Terkait dengan ciri kedua bahasa, yaitu sejauh mana suatu butir
bahasa itu bermarkah (marked).
Tentang
peranan input, Krashen seperti yang dikutip Huda (1999) mengajukan hipotesis
bahwa input yang dapat dipahami meningkatkan kemampuan pembelajar dalam
berbahasa kedua. Bahasa antara (interlanguage) bervariasi, seperti halnya
bahasa alami. Variabilitas sinkronis (antarwaktu) lazim dijumpai dalam bahasa
pembelajar. Variabilitas juga bisa terjadi karena berbagai alasan: a) pembicara
melakukan penyesuaian terhadap lawan bicaranya; b) faktor-faktor
sosiolingusitik situasi formal dan informal; c) kuantitas waktu untuk
merencanakan pembicaraan; dll.
2.
Pengertian
Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan
bahasa diartikan sebagai periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosa
kata baru. Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba tanpa
disadari. Kebebasan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak mulai
menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk
mencapai aneka tujuan sosial mereka.
Berkaitan
dengan pemerolehan bahasa, setidaknya anak-anak memperoleh dan mempelajari
paling sedikit satu bahasa, kecuali anak-anak secara fisik mengalami gangguan
atau cacat.
3.
Ragam
Pemerolehan Bahasa
Tarigan
(1988) menjelaskan bahwa ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari beberapa
sudut pandang: berdasarkan bentuk, berdasarkan urutan, berdasarkan jumlah,
berdasarkan media, berdasarkan keaslian. Bila ditinjau dari segi keserentakan
atau keberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa), pemerolehan bahasa
terbagi menjadi dua yaitu: a.pemerolehan dua bahasa serentak atau simultaneos
acquisition; b. Pemerolehan dua bahasa berurutan atau successive aquisition.
4.
Peranan
Bahasa Pertama dalam Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada
beberapa pendangan yang menyatakan bahwa bahasa adalah hasil perilaku
stimulus-respons. Peran lingkungan sebagi sumber muncul-nya stimulus menjadi
dominan dan sangat penting artinya di dalam membantu proses pemerolehan bahasa,
baik untuk pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua. Munculnya bahasa
pertama pada saat berbahasa kedua, mungkin terjadi jika stimulus tentang bahasa
kedua yang serupa dengan bahasa pertama belum pernah diterima oleh peserta didik.
Menurut
pandangan ini berbahasa kedua adalah proses tranferisasi. Jika struktur bahasa
yang dikuasai oleh peserta didik sebelumnya, misalnya, banyak memiliki
perasamaan dengan struktur bahasa yang sedang dipelajarinya, terjadilah semacam
kemudahan dalam proses belajarnya, yaitu melalui kegiatan tranferisasi.
5.
Pengajaran
Bahasa Kedua
Dalam
masyarakat bahasa kedua itu bisa bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan,
bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa penduduk asli).
Pengajaran bahasa kedua dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
sosiolinguistik. Pengajaran bahasa kedua di Indonesia secara formal dimulai
ketika anak memasuki pendidikan dasar, dan ketika anak memasuki pendidikan
menengah pada usia sekitar 13 tahun untuk bahasa asing, atau di daerah
perkotaan dimulai pada usia 6-8 tahun.
Hal
tersebut akan berpengaruh manakala mereka berbahasa Indonesia, dan menjadi
suatu peristiwa sosiolinguistik yang biasa disebut interferensi. Istilah
interferensi pertama kali digunakan untuk menyebutkan adanya perubahan sistem
suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
Ada
penutur yang menguasai B1 dan B2 sama baiknya, tetapi ada juga yang tidak; bahkan
ada yang memiliki kemampuan B2 sangat minim. Penutur bilingual yang mempunyai
kemampuan terhadap B1 dan B2 sama baiknya, tentu tidak mempunyai kesulitan
untuk menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan karena tindak laku
kedua bahasa itu terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Sebagai simpulan dalam
mempelajari bahasa kedua, perlu diperhatikan perbedaan-perbedaan pola yang
terdapat antara bahasa pertama, yang telah dikuasai, denagn pola-pola bahasa
yang dipelajari. Begitu juga latar belakang budaya perlu dipertimbangkan.
6.
Pengaruh
Bahasa Pertama terhadap Proses Belajar Bahasa Kedua
Pengaruh
bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua juga dapat diamati dari apa
yang kemudian terkenal dengan istilah bahasa antara atau interlanguage. Bahasa antara
adalah suatu gejala pemakaian bahasa yang muncul akibat peserta didik belum
sepenuhnya dapat meninggalkan kebiasaannya dalam berbahasa pertama, tetapi
belum sepenuhnya menguasai bahasa kedua. Jika seseorang memperoleh bahasa
secara wajar sejak kecil, maka orang tersebut telah memperoleh bahasa pertama.
Dalam
belajar bahasa B2 pembelajar tentunya sudah menguasai B1 dengan baik dan
perkembangan pemerolehan B2 harus berjalan tanpa diiringi dengan perkembangan
fisik dan psikisnya. Untuk memahami B2 terdapat tiga pengetahuan yaitu harus
memiliki pembelajar. Pengetahuan yang dimaksud yaitu input, knoeledge, dan
output.
Simpulan
dari analogi di atas adalah bahwa sel-sel harus mempunyai isi yang diperlukan
oleh pembelajar agar pembelajar dengan mudah dapat melaksanakan tugas
kebahasaannya dengan baik, yaitu dapat memahami teks yang dibacanya, dapat
memahami teks lisan yang didengarnya, dapat mengutarakan isi hatinya dengn
baik.
7.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua
Keberadaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua pada umumnya diberikan mulai usia dini.
Tidak jarang bahasa Indonesia diberikan hampir bersamaan dengan bahasa
ibu.interferensi sering muncul ketika anak mulai belajar menyusun kalimat
sederhana. Berdasarkan observasi dan beberapa hasil penelitian, tidak banyak
keluarga berbahasa ibu bahasa daerah yang mengajarkan bahasa Indonesia secara
formal kepada anaknya.
Proses
internalisasi bahasa Indonesia dalam diri anak berbeda berdasarkan usia.
Internalisasi ini berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
8.
Pengaruh
Lingkungan Kelas terhadap Hasil Belajar Bahasa Kedua
Lingkungan
kelas yang dimaksud di sini adalah lingkungan belajar berbahasa yang sengaja
diciptakan secara formal, yaitu pengajaran bahasa yang dibimbing oleh seorang
pengajar atau tutor bahasa. Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan
lingkungan bahasa teramat penting bagi seorang peserta didik yang belajar
bahasa untuk bisa berhasil dalam belajar bahasa baru.
Lingkungan
kelas atau pengajaran bahasa di kelas memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.)
bersifat artifisial dan eksplisit; b.) di dalamnya pembelajar bahasa diarahkan
untuk melakukan aktivitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang
telah dipelajarinya, dan diberikannya balikan oleh pengajar yang berupa
pelacakan kesalahan atau terhadap keslahan yang dilakukanoleh peserta didik;
dan c.) merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di
kelas.
Dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan sadar akan kaidah-kaidah bahasayang diberikan
pengajar di kelas sementara dianggap memiliki peranan yang sangat samar
terhadap pemerolehan bahasa kedua, terutama pada aspek urutan pemerolehan.
9.
Pengaruh
Lingkungan di Luar Kelas terhadap Hasil Belajar Bahasa Kedua
Lingkungan
kelas adalah lingkungan bahasa yang sengaja diciptakan untuk membantu peserta
didik belajar bahasa. Lingkungan kelas karena sifatnya yang sengaja diciptakan,
memiliki karakteristik khusus yaitu terprogram. Lingkungan di luar kelas adalah
segala hal yang didengar dan diamati oleh peserta didik sehubungan dengan
bahasa kedua yang sedang dipelajarinya. Sifat khas lingkungan kelas yang
berpengaruh terhadap kecepatan belajar dan kualitas belajarnya dipengaruhi oleh
empat faktor: a. sifat kealamiahan bahasa sasaran; b. cara peserta didik dalam
berkomunikasi dalam bahasa kedua; c. ketersediaan model yang bisa ditiru untuk
berbahasa; d. adanya lingkungan berbahasa yang bisa mendukung komunikasi (ada
banyak teman atau penutur yang memang sudah menguasai bahasa kedua, misalnya).
Dalam
lingkungan di luar kelas ini hendaknya peristiwa komunikasi harus benar-benar
nyata, yang berkenaan dengan berkepentingan sehari-hari. Untuk itu maka
pengajar bahasa hendaknya memperhatikan ujarannya karena ujaran yang dipakai
merupakan model bagi siswa dalam belajar bahasa.
10.
Pengaruh
Umur terhadap Keberhasilan Belajar Bahasa Kedua
Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar bahasa kedua. Yang termasuk
faktor dalam antara lain umur, bakat, kemampuan intelektual, minat,
kepribadian, keaktifan, dll.
11.
Faktor
Sikap, Minat, dan Kebiasaan Membaca dalam Pembelajaran Bahasa
Faktor
afektif sering diabaikan dalam pengukuran variabel tertentu, termasuk dalam
keberhasilan pengajaran bahasa. Faktor kebiasaan ini secara tradisional telah
diutarakan oleh berbagai ahli dan praktisi pengajaran bahasa di dunia, baik di
dalam forum resmi pendidikan maupun dalam studi-studi formal.
a.
konsep
tentang sikap dalam pembelajaran bahasa
b.
konsep
tentang minat dalam pembelajaran bahasa
c.
konsep
tentang kebiasaan membaca dalam pembelajaran bahasa.
Komentar
Posting Komentar