Contextual Teaching And Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PBI
Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah. M.Pd
Disusun oleh :
Nur Lailatuz Zahroh (16188201028)
STKIP PGRI
PASURUAN
Jl. Kihajar
Dewantara 27-29 pasuruan
Tahun ajaran
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita begitu banyak nikmat,
diantaranya nikmat iman dan islam, lebih-lebih nikmat kesehatan sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk
yang sederhana.
Salam
dan salawat semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita yaitu Nabi
Muhammad SAW, nabi yang menjadi suri tauladan kita dan saya juga mengucapkan
terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, khususnya ucapan terimakasih kami sampaikan kepada bapak M. Bayu
Firmansyah. M.Pd. selaku dosen mata kuliah Metode Pembelajaran BI yang telah
menuntun dan mengarahkan saya sampai akhirnya makalah ini selesai. Dan
mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfa’at bagi para pembaca. Amin!
Dalam makalah ini sungguh masih terdapat banyak kesalahan baik dalam bentuk
penulisannya maupun dalam bentuk penyusunannya, maka dari itu saya
mengharapkan kepada para pembaca makalah ini dapat diberikan masukan dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Penyusun
Nur lailatuz zahroh
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Contexstual Teaching And Learning
(CTL) dalam PBI
2.2 Aneka Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
2.3 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
2.4 Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
2.5 Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. Pembelajaran
kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar.
Pembelajaran kontekstual mengharapkan siswa untuk memperoleh materi pelajaran
meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal. Pembelajaran
kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan
paradigma dalam dunia pendidikan sekarang ini menuntut kerja keras dan tanggung
jawab guru untuk lebih professional. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi
sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi
fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri
mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif
dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima
gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Menjadikan
siswa aktif, kreatif dan menjadi seorang problem solver yang baik tentunya
bukan hal yang mudah, anak harus mempunyai kemampuan berpikir yang baik. Guru
harus bekerja keras mengubah gaya mengajarnya dengan memberi peluang dan
kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi pengetahuannya secara lebih
mandiri. Salah satu trend atau arah pembelajaran sekolah saat ini untuk
menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna adalah penggunaan konteks dalam
pembelajaran. Inovasi tersebut seperti Contextual Teaching and Learning
(CTL).
Berdasarkan
paparan di atas CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif
diterapkan pada proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dikelas. Oleh
karena itu, topik penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
perlu dipaparkan lebih lanjut.
1.2
Rumusan Masalah
11) Apa pengertian Contexstual Teaching And Learning (CTL)?
22) Jelaskan aneka pendekatan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia!
33) Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual?
44) Bagaimanakah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning?
55) Bagaimanakah penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia?
1.3
Tujuan
11) Untuk mengetahui pengertian Contexstual Teaching And
Learning (CTL) .
22) Untuk mengetahui aneka pendekatan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia.
33) Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran
kontekstual.
44) Untuk mengetahui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
55) Mendeskripsiskan penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Pengertian Contexstual Teaching And Learning (CTL)
Contexstual Teaching And Learning (CTL) atau belajar dan
mengajar berdasarkan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang merujuk
pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan
dengan diri pembelajar. Pembelajaran secara kontekstualtidak sekadar agar
pembelajar memahami konsep-konsep teoritis tetapi menjadikan pembelajar (a)
mampu menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, (b) mampu
menilai berbagai alternatif yang mungkin, (c) mampu membuat pilihan, (d) mampu
mengembangkan rencana, (e) mampu menganalisis informasi, (f) mampu menciptakan
solusi, (g) mampu menilai bukti-bukti secara kritis.
Johnson
(dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses
pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan
sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan
budayanya.
Johnson
(dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses
pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan
sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan
budayanya. Pendekatan
CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa
untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di
luar sekolah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara
siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas,
sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal
untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
2.2 Aneka
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia dewasa ini memperkenalkan
berbagai pendekatan, yaitu (a) pendekatan komunikatif, (b) pendekatan
konstruktuvisme, dan sekarang diperkenalkan pendekatanlain yaitu (c) pendekatan
CTL.
Pendekatan komunikatif digunakan untuk mengajarkan bahasa
Indonesia kepada pembelajar. Konsep pendekatannya adalah bahwa bahasa
disumsikan sebagai alat komunikasi. Jadi, jika ingin mengajarkan bagaimana
bahasa Indonesia kepada pembelajar hendaknya mengajarkan bagaiamana bahasa
indonesiadigunakan untuk berkomunikasi secara nyata.
Berdasarkan asumsi diatas, pendekatan komunikatif
digunakan untuk memilih materi yang harus dipelajari oleh pembelajar. Oleh
karena itu pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif
ditekankan pada materi-materi berkomunikasi baik secara lisan maupun secara
tertulis menggunakan bahasa Indonesia.
Pendekatan konstruktivisme digunakan
untuk mendasari pemilihan materi seperti apa yang sesuai dengan tahap
perkembangan pikiran pembelajar. Pendekatan ini juga digunakan untuk melihat
tahap perkembangan pikiran pembelajar. Karena pembelajar diasumsikan mampu merumuskan kebenaran menggunakan
pikirannya sesuai dengan tahap perkembangannya, ketika pembelajar belajar
bahasa hendaknya kebenaran-kebenaran dalam berbahasa juga tidak dipaksakan
untuk menerima kebenaran seperti yang terdapat dalam bahasa baku.
Pendekatan CTL berasumsi bahwa
konteks belajar menjadi sangat penting dalam belajar pembelajar, termasuk
konteks belajar bahasa. CTL lebih memberikan warna pada pentingnya menciptakan
atmosfer belajar bagi pembelajar sehingga ketika pembelajar belajar tidak
merasa asing dengan sesuatu yang sedang dipelajari. Materi yang dipelajari
menjadi snagat mudah karena dikemas dengan konteks dan situasi yang ada di
lingkungan pembelajar.
2.3 Prinsip-prinsip
Pembelajaran Kontekstual
CTL mampu memberikan jawaban atas kegagalan pembelaran
secara tradisional yang penuh dengan ceramah dan hafalan. Jika pembelajaran
secara tradisional telah membuat mayoritas anak gagal mencapai keberhasilan
dengan standar tinggi, CTL justru mampu membawa keberhasilan terhadap mayoritas
pembelajar yang gagal dalam pembelajaran secara tradisional.
Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan agar CTL mampu
mencapai keberhasilan belajar denagan standar yang tinggi, yaitu:
a) Prinsip saling Ketergantungan
Tidak ada masalah di alam semesta yang berdiri sendiri.
satu sama lain saling bergantung dan saling memengaruhi sehingga alam semesta
dapat bergerak berdasarkan suatu sistem yang teratur. Ketika seorang pengejar
masuk ke kelas, mestinya juga berfikir apakah pembelajar saya akan saya bawa ke
hukum alam semesta yang bersifat universal dan saling bergantung ataukah justru
saya jauhkan dari pengaruh hukum alam yang saling bergantung satu sama lain?
Pendidikan sistem tradisional yang menempatkan pembelajar
untuk saling berlomba dengan mengalahkan satu sama lain sehingga mncul satu
orang menjadi the best, ternyata telah gagal membangun peradaban dunia yang
lebih baik. Pendidikan sistem ini menempatkan pembelajar satu terlepas dari pembelajar
lain untuk saling menaklukkan.
Pembelajaran di sekolah juga berlaku hukum saling
ketergantungan dalam arti bahwa seorang pembelajar akan menjadi semakin maju
dalam belajar apabila ada pajanan (exposure) dari pembelajar lain. Setiap
pembelajar sebenarnya bergantian saling mengisi pembelajar lain sehingga secara
alamiah mereka akan terus tumbuh dan berkembang bersama-sama.
b) Prinsip Pembelajaran Mandiri dan Kerja Sama
Sifat alami seorang anak dalam perkembangannya selalu
menuju ke kemandirian dalam bertindak dan mengambil keputusan. Sifat alami lain
bagi seorang anak adalah selalu mau bekerja sama. Pandangan tradisional justru
meniadakan sifat alami kemandirian dan bekerja sama ini dengan cara membawa
anak ke situasi kompetisi untuk saling mengalahkan bukan memupuk kemandirian
dan sifat kerja sama tetapi menumbuhkembangkan sifat egois.
CTL berpandangan bahwa sifat mandiri dan kerja sama yang
alami justru akan membawa pembelajar pada tumbuhnya rasa percaya diri akan
kesadaran bahwa keberhasilan merupakan kesuksesan bersama.
c) Prinsip Kebermaknaan dalam Belajar
Pendekatan
CTL menanamkan pemahaman kepada pembelajar bahwa belajar bukan sekadar memahami
informasi, tetapi pemberian makna terhadap informasi yang dipelajari dengan
kebutuhan hidup dalam konteks yang sesungguhnya. Pembelajar perlu ditunjukkan
bahwa mempelajari sesuatu perlu dikaitkan dengan pengalaman hidup pembelajar.
Misalnya, seorang anak mempelajari Drama Hamlet karya Shakespeare. Mengapa dia
harus bersusah-susah mempelajari Hamlet? Untuk apa bersusah-susah mempelajari ketegangan,
pelukisan watak, alur cerita, tema dan sebagainya?
d) Prinsip Berfikir Kritis dan Kreatif
Berfikir kritis yaitu berfikir secara sistematis untuk
menemukan kebenaran dengan mengevaluasi bukti-bukti, asumsi, logika, dan bahasa
orang lain yang mendasari pernyataannya. Dengan demikian, berfikir kritis
memberikan peluang pada munculnya daya imajinasi dan sosiasi terhadap sesuatu
yang mungkin bisa terjadi.
Berfikir kreatif adalah berfikir untuk mencari kesempatan
mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Berfikir kreatif selalu diawali dengan
mengajukan pertanyaan terhadap sesuatu yang sudah mapan, mau memberi peluang
dan mempertimbangan ide baru yang tidak lazim, membangun keterkaitan sesuat
yang berbeda, mencari hubungan sesuatu secara bebas, menerapkan imajinasi dalam
setiap situasi, dan mendengarkan intuisi.
e) Prinsip Penilaian Secara Autentik
Penilaian autentik memberikan tantangan kepada pembelajar
untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata
untuk tujuan yang bermakna. Penilaian autentik memberikan peluang kepada
pembelajar untuk memperlihatkan kemampuan terbaik mereka sambil memperlihatkan
pa yang sudah mereka pelajari.
Penilaian autentik bersifat inklusif yang dapat memberi
keuntungan kepada pembelajar untuk: (1) mengungkapkan secara total seberapa baik
pemahaman materi akademik mereka, (2) memperkuat kompetensi melalui kumpulan
informasi, memanfaatkan segala sumber daya, menangani teknologi yang
diperlukan, dan berfikir sistematis, (3) mengaitkan pelajaran dengan pengalaman
hidup, (4) mempertajam keahlian berfikir, (5) menerima tanggung jawab dan
membuat alternatif, (6) belajar bekerja sama dengan orang lain dalam
mengerjakan tugas. Berbagai jenis penilaian autentik yaitu portofolio, proyek,
pertunjukan (untuk kerja), dan tanggaan tertulis lengka (problem solving).
2.4 Model
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Desain pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia berdasarkan pendekatan CTL dirancang berdasarkan
komponen-komponen pembelajaran pada umumnya. Desain pembelajarn secara
kontekstual tersebut dapat dirancang dengan memerhatikan komponen pembelajaran
sebagai berikut.
1. Pemilihan Materi
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus memilih
materi yang tidak jauh dengan lingkunagn hidup pembelajar. Materi ini dapat
dikembangkan secara tematis, msalnya materi yang bertema “lingkunagn hidup”
dapat dipakai sebagai pijakan untuk mengajarkan menyimak, membaca, berbicara,
maupun menulis.
Materi pembelajaran harus dikemas dalam bentuk problem
solving (pemecahan masalah) sehingga memungkinkan pembelajar untuk mengemukakan
pendapat pribadi secara argumentatif yang didukung dengan data serta argumen-argumen
yang lain. Materi pembelajaran yang kontekstual hendaknya diberikan secara
beragam sehingga pembelajar diperkenalkan dengan aneka ragam konteks kehidupan.
2. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran berdasarkan pendekan CTL harus
memberikan peluang kepada pembelajar untuk bekerja sama dengan pembelajar lain
agar terjadi tukar-menukar gagasan (berdiskusi) untuk saling beradu argumen
sehingga pembelajar terbiasa untuk menerima atau memberi sumbangan pemikiran
orang lain.
Pembelajaran CTL juga perlu mengakomodasi kemungkinan
pembelajar untuk sukses bersama sehingga perlu dibiasakan tumbuhnya semangat
belajar tinggi. Metode-metode pemberian tugas memberi peluang untuk saling
bekerja sama dalam mencapai kesuksesan bersama.
3. Teknik Pembelajaran
Pembelajarn dengan CTL dilaksanakan dengan teknik
tertentu dengan memanfaatkan kontek alamiah sebagai cara untuk menggali
kebenaran. Beberapa teknik yang dimaksud dapat berupa:
a) Membentuk
kelompok di antara pembelajar.
Mereka saling bertukar informasi mengenai apa yang dirasakan dalam situasi
alamiah. Misalnya, ketika pembelajar secara bersama-sama mengunjungi suatu
objek wisata, kemudian setiap pembelajar menulis laporan tentang objek wisata
yang dikunjungi. Hasil penulisan laporan dipertukarkan satu sama lain untuk dipelajari
dan kemudian dibahas bersama. Hasil pembahasan kemudian disimpulakan bersama
untuk saling melengkapi.
b) Berbagi tugas
di antara pembelajar. Setiap pembelajar
mendapatkan tugas untuk saling mengidentifikasi objek di suatu tempat. Setiap
pembelajar melaporkan hasil identifikasinya untuk di cermati oleh pembalajar
lain dan kemudian saling memberikan tanggapan dan komentar.
c) Saling
membantu di antara pembelajar.
Setiappembelajar diberi kasus suatu peristiwa dalam masyarakat yang
berbeda-beda untuk dipecahkan. Mereka masing-masing harus memecahkan kasus yang
dimilki dengan diberi rambu-rambu pemecahannya seperti, (1) menemukan
permasalahan yang terdapat dalam kasus, (2) menemukan alternatif yang mungkin
untuk memecahkan maslah, dan (3)
menentukan satu alternatif yang paling efisien dan efektif untuk memecahkan
masalah, (4) setiap pembelajar mempresentasikan hasil pemecahan masalah yang
dipilih dengan memberikan argumen-argumen tertentu, (5) pembelajar yang lain
diminta untuk memberi kritik dan saran jika masih ada kemungkinan pemecahan
masalah yang lebh baik.
d) Saling memberi semangat untuk sukses bersama. Pembelajar
harus diberi kesempatan untuk membuat proyek agar dapat diselesaikan
bersama-sama dalam bentuk tim. Misalnya, guru menyediakan sebuah naskah drama.
Naskah tersebut harus dipentaskan menjadi sebuah pertunjukan yang menarik.
Setiap anak harus merancang berbagai kegiatan sesuai dengan bagiannya, seperti:
(1) ada yang bertugas mengubah naskah drama menjadi skenario, (2) ada yang
menyususn tata panggung, (3) ada yang merancang tata musik, (4) ada yang
menjadi pemain, (5) ada yang menjadi manajer pementasan, (6) ada yang bertugas
mencetak, membuat iklan, dan (7) ada yang bertugas menjual tiket untuk
mengumpulkan penonton. Atas dasar tugas masing-masing, mereka mengadakan
latihan bersama untuk pementasan sebuah lakon drama. Bila drama tersebut
dipentaskan, keberhasilan pementasan merupakan kesuksesan bersama.
4. Strategi Pembelajaran
Strategi aalah siasat yang harus dilakukan oleh
pembelajar agar tujuan belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Jika
teknik belajar yang dipilih adalah saling membantu di antara pembelajar,
strategi yang dapat dipilih antara lain: (1) saling memberi dukungan untuk
keberhasilan, (2) salig memberi kritik, saran dan masukan, (3) masing-masing
pembelajar selalu siap menerima kritik, saran, dan masukan sebagai dorongan
untuk sukses bersama, (4) setiap pembelajar harus merasakan dan menyadari bahwa
andil pembelajar lain harus dihargai sebagai kontributor yang sangat signifikan
dalam mencapai suatu keberhasilan.
5. Media Pembelajaran
Desain pembelajaran dengan CTL harus memberikan peluang
untuk memilih media yang memungkinkan digunakannya media pembelajaran sesuai
dengan konteks dan situasi belajar pembelajar. Meia berbasis IT memang bagus
(karena mengakomodasi kemajuan teknologi). Namun media berbasis IT bukan
segala-galanya. Pembelajar yang tinggal di daerah terpencil dengan keterbatasan
fasilitas dpat memilih media lain yang sesuai dengan situasinya etapi tetap
mengacu pada keberhasilan belajar dengan standar tinggi.
6. Interaksi Belajar Mengajar
Interaksi belajar mengajar dengan CTL hendaknya
memberikan kemungkinan kepada pembelajar untuk mengemukakan pemikiran-pemikiran
inkonvensional sehingga pemikiran kritis dan kreatif pembelajar dapat
terakomodasi dengan baik. Keberanian pembelajar berimajinasi dan berasosiasi
dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan intuisinya harus dipupuk dan diakomodasi,
difasilitasi agar pembelajar berani mempertanggungjawabkan pendapatnya di depan
teman-temannya.
7. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian
hasil belajar berdasarkan CTL disarankan menggunakan penilaian autentik.
Artinya penilaian dengan non-tes, seperti portofolio, proyek, untuk kerja dalah
bentuk penilaian tepat untuk pembelajaran berdasarkan pendekata CTL. Ketika
seorang pengajar akan menilai kemampuan berbahasa pembelajar, pengajar dapat
memberi permaslahan dalam topik tertentu kepada pembelajar. Pembelajar diminta
memecahkan maslah yang berkaitan dengan topik tersebut melalui wawancara untuk mengumpulkan bahan pemecahan
masalah untuk mengukur kemampuan berbicara dan menyimak. Pembelajar dapat
mendiskusikan bersama teman-temannya untuk mengukur kemampuan berbicara.
Pembelajar dapat mencari jawaban atas permaslahan melalui berbagai sumber
pustaka untuk mengukur kemampuan membaca. Dan pembelajar dapat melaporkan hasil
pemecahan masalah untuk mengukur kemampuan menulisnya.
2.5 Penerapan
Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia
Pembelajaran
bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia
bukan hanya memberikan pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik
mungkin agar siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan teoritik
belaka. Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan.
Menurut Endraswara (2003:58) pendekatan
kontekstual memang cukup strategis karena menghendaki (1) terhayati fakta yang dipelajari,
(2) permasalahan yang akan dipelajari harus jelas, terarah, rinci, (3) pragmatika materi harus
mengacu pada kebermanfaatan secara konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif dan
mandiri. Penerapan
CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca, berbicara,
mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan sebagai berikut.
1) Penerapan
CTL dalam Pembelajaran Membaca
Membaca
menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis
atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau
hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus
dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu
strategi, kelancaran, pembaca, dan teks. Dalam pembelajaran
membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas. Masyarakat belajar
berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar
informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan
pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
Guru seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang baik
di kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman
penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses
memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah
ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa
maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.
2) Penerapan
CTL dalam Pembelajaran Berbicara
Berbicara
merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan
melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata
dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas
memiliki peran dalam pembelajaran berbicara. Pembelajaran di kelas
dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok (cooperating).
Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam komunitas
tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman.
Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari
masing-masing individu.
Teknik
ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas
belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat kesalahan penggunaan
bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan
berbicara, dimulai dengan
menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa. Prinsip CTL memuat
konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan.
Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan
masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi
bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL
merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif. Keterampilan berbicara
menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan instrumen yang
dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali,
berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian
yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai
berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara
dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.
3) Penerapan
CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan
Mendengarkan
adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui ujaran.
Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding
membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif,
konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL
mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk mendengarkan.
Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman. Kemudian siswa
diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan. Teknik-teknik penilaian
yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada keterampilan
mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru
dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak
siswa. Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar
observasi untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat
pembelajaran menyimak berlangsung dan pembelajaran keterampilan yang lain. Teknik kedua adalah
dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam satu periode waktu
tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan siswa dalam
keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan untuk
mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa. Teknik ketiga adalah jurnal
dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau meringkas aspek-aspek
yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami, perasaan siswa
terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau keberhasilan siswa
dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat berupa diary, atau
catatan siswa yang lain.
4) Penerapan
CTL dalam Pembelajaran Menulis
Menulis
merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu
keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis kreatif.
Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan
melainkan siswa sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru
hanya memberikan instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa
ada penguatan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep
yang dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat
dipahami dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan
terdekatnya. Guru seharusnya dapat memberikan ruang bebas untuk siswa agar
dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu dibatasi. Komponen CTL berwujud
refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan
realitas sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa
pemberian tugas menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada
nantinya dapat dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang
apa yang dipelajari hari itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses
pencarian jawaban tentang permasalahan tersebut. Setelah siswa menulis diary
dalam periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa
tersebut dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi
kompetensi atau belum. Seorang
guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan penilaian
secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya
adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa
harus sesuai dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat
rubrik penilaian yang dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum
membuat rubrik, guru harus dapat membuat instrumen yang mudah dimengerti oleh siswa,
dan instrumen yang dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif. Instrumen
menulis yang dibuat guru harus dapat memfasilitasi siwa untuk menulis kreatif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan
Saran
pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara
siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas,
sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal
untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Implementasi
CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat
membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir
kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan
dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu,
sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang
didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran
semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru
seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif
sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran. Kerja sama yang baik antara
para pelaksana pendidikan dengan masyarakat akan memperlancar proses
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Komaruddin,
Erien. 2005. Panduan Kreatif Bahasa Indonesia. Bogor: Yudhistira.
Nurhadi, dkk. 2002. Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Pranowo.
2015. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Suyanto, Kasihani E. 2003. Pengajaran dan
Pembelajaran Kontekstual. Makalah disajikan dalam Penataran Terintegrasi, AA
dalam CTL. Malang: Universitas Negeri Malang.

Komentar
Posting Komentar