Contextual Teaching And Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PBI
Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah. M.Pd

Disusun oleh :
      Nur Lailatuz Zahroh  (16188201028)






STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Kihajar Dewantara 27-29 pasuruan
Tahun ajaran 2016/2017











KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita begitu banyak nikmat, diantaranya nikmat iman dan islam, lebih-lebih nikmat kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk yang sederhana.
            Salam dan salawat semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, nabi yang menjadi suri tauladan kita dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya ucapan terimakasih kami sampaikan kepada bapak M. Bayu Firmansyah. M.Pd. selaku dosen mata kuliah Metode Pembelajaran BI yang telah menuntun dan mengarahkan saya sampai akhirnya makalah ini selesai. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfa’at bagi para pembaca. Amin!
Dalam makalah ini sungguh masih terdapat banyak kesalahan baik dalam bentuk penulisannya maupun dalam bentuk penyusunannya, maka dari itu saya mengharapkan kepada para pembaca makalah ini dapat diberikan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya.



                                                                                                            Penyusun
                                                                                                         Nur lailatuz zahroh









DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
1.2   Rumusan Masalah
1.3   Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Contexstual Teaching And Learning (CTL)  dalam PBI
2.2  Aneka Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
2.3  Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
2.4  Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
2.5  Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra   Indonesia
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran kontekstual mengharapkan siswa untuk memperoleh materi pelajaran meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan sekarang ini menuntut kerja keras dan tanggung jawab guru untuk lebih professional. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Menjadikan siswa aktif, kreatif dan menjadi seorang problem solver yang baik tentunya bukan hal yang mudah, anak harus mempunyai kemampuan berpikir yang baik. Guru harus bekerja keras mengubah gaya mengajarnya dengan memberi peluang dan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi pengetahuannya secara lebih mandiri. Salah satu trend atau arah pembelajaran sekolah saat ini untuk menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna adalah penggunaan konteks dalam pembelajaran. Inovasi tersebut seperti Contextual Teaching and Learning (CTL).
Berdasarkan paparan di atas CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif diterapkan pada proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dikelas. Oleh karena itu, topik penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu dipaparkan lebih lanjut.

1.2    Rumusan Masalah
11)      Apa pengertian Contexstual Teaching And Learning (CTL)?
22)      Jelaskan aneka pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia!
33)      Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual?
44)      Bagaimanakah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning?
55)      Bagaimanakah penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia?

1.3    Tujuan
11)      Untuk mengetahui pengertian Contexstual Teaching And Learning (CTL) .
22)      Untuk mengetahui aneka pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
33)      Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual.
44)      Untuk mengetahui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
55)      Mendeskripsiskan penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN

1.1    Pengertian Contexstual Teaching And Learning (CTL)
Contexstual Teaching And Learning (CTL) atau belajar dan mengajar berdasarkan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri pembelajar. Pembelajaran secara kontekstualtidak sekadar agar pembelajar memahami konsep-konsep teoritis tetapi menjadikan pembelajar (a) mampu menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, (b) mampu menilai berbagai alternatif yang mungkin, (c) mampu membuat pilihan, (d) mampu mengembangkan rencana, (e) mampu menganalisis informasi, (f) mampu menciptakan solusi, (g) mampu menilai bukti-bukti secara kritis.
Johnson (dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.
Johnson (dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah.

     Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.


2.2  Aneka Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia dewasa ini memperkenalkan berbagai pendekatan, yaitu (a) pendekatan komunikatif, (b) pendekatan konstruktuvisme, dan sekarang diperkenalkan pendekatanlain yaitu (c) pendekatan CTL.
Pendekatan komunikatif digunakan untuk mengajarkan bahasa Indonesia kepada pembelajar. Konsep pendekatannya adalah bahwa bahasa disumsikan sebagai alat komunikasi. Jadi, jika ingin mengajarkan bagaimana bahasa Indonesia kepada pembelajar hendaknya mengajarkan bagaiamana bahasa indonesiadigunakan untuk berkomunikasi secara nyata.
Berdasarkan asumsi diatas, pendekatan komunikatif digunakan untuk memilih materi yang harus dipelajari oleh pembelajar. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif ditekankan pada materi-materi berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia.
            Pendekatan konstruktivisme digunakan untuk mendasari pemilihan materi seperti apa yang sesuai dengan tahap perkembangan pikiran pembelajar. Pendekatan ini juga digunakan untuk melihat tahap perkembangan pikiran pembelajar. Karena pembelajar diasumsikan  mampu merumuskan kebenaran menggunakan pikirannya sesuai dengan tahap perkembangannya, ketika pembelajar belajar bahasa hendaknya kebenaran-kebenaran dalam berbahasa juga tidak dipaksakan untuk menerima kebenaran seperti yang terdapat dalam bahasa baku.
            Pendekatan CTL berasumsi bahwa konteks belajar menjadi sangat penting dalam belajar pembelajar, termasuk konteks belajar bahasa. CTL lebih memberikan warna pada pentingnya menciptakan atmosfer belajar bagi pembelajar sehingga ketika pembelajar belajar tidak merasa asing dengan sesuatu yang sedang dipelajari. Materi yang dipelajari menjadi snagat mudah karena dikemas dengan konteks dan situasi yang ada di lingkungan pembelajar.



2.3  Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
CTL mampu memberikan jawaban atas kegagalan pembelaran secara tradisional yang penuh dengan ceramah dan hafalan. Jika pembelajaran secara tradisional telah membuat mayoritas anak gagal mencapai keberhasilan dengan standar tinggi, CTL justru mampu membawa keberhasilan terhadap mayoritas pembelajar yang gagal dalam pembelajaran secara tradisional.
Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan agar CTL mampu mencapai keberhasilan belajar denagan standar yang tinggi, yaitu:
a)      Prinsip saling Ketergantungan
Tidak ada masalah di alam semesta yang berdiri sendiri. satu sama lain saling bergantung dan saling memengaruhi sehingga alam semesta dapat bergerak berdasarkan suatu sistem yang teratur. Ketika seorang pengejar masuk ke kelas, mestinya juga berfikir apakah pembelajar saya akan saya bawa ke hukum alam semesta yang bersifat universal dan saling bergantung ataukah justru saya jauhkan dari pengaruh hukum alam yang saling bergantung satu sama lain?
Pendidikan sistem tradisional yang menempatkan pembelajar untuk saling berlomba dengan mengalahkan satu sama lain sehingga mncul satu orang menjadi the best, ternyata telah gagal membangun peradaban dunia yang lebih baik. Pendidikan sistem ini menempatkan pembelajar satu terlepas dari pembelajar lain untuk saling menaklukkan.
Pembelajaran di sekolah juga berlaku hukum saling ketergantungan dalam arti bahwa seorang pembelajar akan menjadi semakin maju dalam belajar apabila ada pajanan (exposure) dari pembelajar lain. Setiap pembelajar sebenarnya bergantian saling mengisi pembelajar lain sehingga secara alamiah mereka akan terus tumbuh dan berkembang bersama-sama.
b)      Prinsip Pembelajaran Mandiri dan Kerja Sama
Sifat alami seorang anak dalam perkembangannya selalu menuju ke kemandirian dalam bertindak dan mengambil keputusan. Sifat alami lain bagi seorang anak adalah selalu mau bekerja sama. Pandangan tradisional justru meniadakan sifat alami kemandirian dan bekerja sama ini dengan cara membawa anak ke situasi kompetisi untuk saling mengalahkan bukan memupuk kemandirian dan sifat kerja sama tetapi menumbuhkembangkan sifat egois.
CTL berpandangan bahwa sifat mandiri dan kerja sama yang alami justru akan membawa pembelajar pada tumbuhnya rasa percaya diri akan kesadaran bahwa keberhasilan merupakan kesuksesan bersama.
c)      Prinsip Kebermaknaan dalam Belajar
Pendekatan CTL menanamkan pemahaman kepada pembelajar bahwa belajar bukan sekadar memahami informasi, tetapi pemberian makna terhadap informasi yang dipelajari dengan kebutuhan hidup dalam konteks yang sesungguhnya. Pembelajar perlu ditunjukkan bahwa mempelajari sesuatu perlu dikaitkan dengan pengalaman hidup pembelajar. Misalnya, seorang anak mempelajari Drama Hamlet karya Shakespeare. Mengapa dia harus bersusah-susah mempelajari Hamlet? Untuk apa bersusah-susah mempelajari ketegangan, pelukisan watak, alur cerita, tema dan sebagainya?
d)     Prinsip Berfikir Kritis dan Kreatif
Berfikir kritis yaitu berfikir secara sistematis untuk menemukan kebenaran dengan mengevaluasi bukti-bukti, asumsi, logika, dan bahasa orang lain yang mendasari pernyataannya. Dengan demikian, berfikir kritis memberikan peluang pada munculnya daya imajinasi dan sosiasi terhadap sesuatu yang mungkin bisa terjadi.
Berfikir kreatif adalah berfikir untuk mencari kesempatan mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Berfikir kreatif selalu diawali dengan mengajukan pertanyaan terhadap sesuatu yang sudah mapan, mau memberi peluang dan mempertimbangan ide baru yang tidak lazim, membangun keterkaitan sesuat yang berbeda, mencari hubungan sesuatu secara bebas, menerapkan imajinasi dalam setiap situasi, dan mendengarkan intuisi.
e)      Prinsip Penilaian Secara Autentik
Penilaian autentik memberikan tantangan kepada pembelajar untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan yang bermakna. Penilaian autentik memberikan peluang kepada pembelajar untuk memperlihatkan kemampuan terbaik mereka sambil memperlihatkan pa yang sudah mereka pelajari.
Penilaian autentik bersifat inklusif yang dapat memberi keuntungan kepada pembelajar untuk: (1) mengungkapkan secara total seberapa baik pemahaman materi akademik mereka, (2) memperkuat kompetensi melalui kumpulan informasi, memanfaatkan segala sumber daya, menangani teknologi yang diperlukan, dan berfikir sistematis, (3) mengaitkan pelajaran dengan pengalaman hidup, (4) mempertajam keahlian berfikir, (5) menerima tanggung jawab dan membuat alternatif, (6) belajar bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan tugas. Berbagai jenis penilaian autentik yaitu portofolio, proyek, pertunjukan (untuk kerja), dan tanggaan tertulis lengka (problem solving).

2.4  Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
            Desain pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan pendekatan CTL dirancang berdasarkan komponen-komponen pembelajaran pada umumnya. Desain pembelajarn secara kontekstual tersebut dapat dirancang dengan memerhatikan komponen pembelajaran sebagai berikut.
1.      Pemilihan Materi
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus memilih materi yang tidak jauh dengan lingkunagn hidup pembelajar. Materi ini dapat dikembangkan secara tematis, msalnya materi yang bertema “lingkunagn hidup” dapat dipakai sebagai pijakan untuk mengajarkan menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis.
Materi pembelajaran harus dikemas dalam bentuk problem solving (pemecahan masalah) sehingga memungkinkan pembelajar untuk mengemukakan pendapat pribadi secara argumentatif yang didukung dengan data serta argumen-argumen yang lain. Materi pembelajaran yang kontekstual hendaknya diberikan secara beragam sehingga pembelajar diperkenalkan dengan aneka ragam konteks kehidupan.
2.      Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran berdasarkan pendekan CTL harus memberikan peluang kepada pembelajar untuk bekerja sama dengan pembelajar lain agar terjadi tukar-menukar gagasan (berdiskusi) untuk saling beradu argumen sehingga pembelajar terbiasa untuk menerima atau memberi sumbangan pemikiran orang lain.
Pembelajaran CTL juga perlu mengakomodasi kemungkinan pembelajar untuk sukses bersama sehingga perlu dibiasakan tumbuhnya semangat belajar tinggi. Metode-metode pemberian tugas memberi peluang untuk saling bekerja sama dalam mencapai kesuksesan bersama.
3.      Teknik Pembelajaran
Pembelajarn dengan CTL dilaksanakan dengan teknik tertentu dengan memanfaatkan kontek alamiah sebagai cara untuk menggali kebenaran. Beberapa teknik yang dimaksud dapat berupa:
a)      Membentuk kelompok di antara pembelajar. Mereka saling bertukar informasi mengenai apa yang dirasakan dalam situasi alamiah. Misalnya, ketika pembelajar secara bersama-sama mengunjungi suatu objek wisata, kemudian setiap pembelajar menulis laporan tentang objek wisata yang dikunjungi. Hasil penulisan laporan dipertukarkan satu sama lain untuk dipelajari dan kemudian dibahas bersama. Hasil pembahasan kemudian disimpulakan bersama untuk saling melengkapi.
b)      Berbagi tugas di antara pembelajar. Setiap pembelajar mendapatkan tugas untuk saling mengidentifikasi objek di suatu tempat. Setiap pembelajar melaporkan hasil identifikasinya untuk di cermati oleh pembalajar lain dan kemudian saling memberikan tanggapan dan komentar.
c)      Saling membantu di antara pembelajar. Setiappembelajar diberi kasus suatu peristiwa dalam masyarakat yang berbeda-beda untuk dipecahkan. Mereka masing-masing harus memecahkan kasus yang dimilki dengan diberi rambu-rambu pemecahannya seperti, (1) menemukan permasalahan yang terdapat dalam kasus, (2) menemukan alternatif yang mungkin untuk memecahkan maslah, dan  (3) menentukan satu alternatif yang paling efisien dan efektif untuk memecahkan masalah, (4) setiap pembelajar mempresentasikan hasil pemecahan masalah yang dipilih dengan memberikan argumen-argumen tertentu, (5) pembelajar yang lain diminta untuk memberi kritik dan saran jika masih ada kemungkinan pemecahan masalah yang lebh baik.
d)     Saling memberi semangat untuk sukses bersama. Pembelajar harus diberi kesempatan untuk membuat proyek agar dapat diselesaikan bersama-sama dalam bentuk tim. Misalnya, guru menyediakan sebuah naskah drama. Naskah tersebut harus dipentaskan menjadi sebuah pertunjukan yang menarik. Setiap anak harus merancang berbagai kegiatan sesuai dengan bagiannya, seperti: (1) ada yang bertugas mengubah naskah drama menjadi skenario, (2) ada yang menyususn tata panggung, (3) ada yang merancang tata musik, (4) ada yang menjadi pemain, (5) ada yang menjadi manajer pementasan, (6) ada yang bertugas mencetak, membuat iklan, dan (7) ada yang bertugas menjual tiket untuk mengumpulkan penonton. Atas dasar tugas masing-masing, mereka mengadakan latihan bersama untuk pementasan sebuah lakon drama. Bila drama tersebut dipentaskan, keberhasilan pementasan merupakan kesuksesan bersama.

4.      Strategi Pembelajaran
Strategi aalah siasat yang harus dilakukan oleh pembelajar agar tujuan belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Jika teknik belajar yang dipilih adalah saling membantu di antara pembelajar, strategi yang dapat dipilih antara lain: (1) saling memberi dukungan untuk keberhasilan, (2) salig memberi kritik, saran dan masukan, (3) masing-masing pembelajar selalu siap menerima kritik, saran, dan masukan sebagai dorongan untuk sukses bersama, (4) setiap pembelajar harus merasakan dan menyadari bahwa andil pembelajar lain harus dihargai sebagai kontributor yang sangat signifikan dalam mencapai suatu keberhasilan.
5.      Media Pembelajaran
Desain pembelajaran dengan CTL harus memberikan peluang untuk memilih media yang memungkinkan digunakannya media pembelajaran sesuai dengan konteks dan situasi belajar pembelajar. Meia berbasis IT memang bagus (karena mengakomodasi kemajuan teknologi). Namun media berbasis IT bukan segala-galanya. Pembelajar yang tinggal di daerah terpencil dengan keterbatasan fasilitas dpat memilih media lain yang sesuai dengan situasinya etapi tetap mengacu pada keberhasilan belajar dengan standar tinggi.
6.      Interaksi Belajar Mengajar
Interaksi belajar mengajar dengan CTL hendaknya memberikan kemungkinan kepada pembelajar untuk mengemukakan pemikiran-pemikiran inkonvensional sehingga pemikiran kritis dan kreatif pembelajar dapat terakomodasi dengan baik. Keberanian pembelajar berimajinasi dan berasosiasi dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan intuisinya harus dipupuk dan diakomodasi, difasilitasi agar pembelajar berani mempertanggungjawabkan pendapatnya di depan teman-temannya.
7.      Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar berdasarkan CTL disarankan menggunakan penilaian autentik. Artinya penilaian dengan non-tes, seperti portofolio, proyek, untuk kerja dalah bentuk penilaian tepat untuk pembelajaran berdasarkan pendekata CTL. Ketika seorang pengajar akan menilai kemampuan berbahasa pembelajar, pengajar dapat memberi permaslahan dalam topik tertentu kepada pembelajar. Pembelajar diminta memecahkan maslah yang berkaitan dengan topik tersebut melalui  wawancara untuk mengumpulkan bahan pemecahan masalah untuk mengukur kemampuan berbicara dan menyimak. Pembelajar dapat mendiskusikan bersama teman-temannya untuk mengukur kemampuan berbicara. Pembelajar dapat mencari jawaban atas permaslahan melalui berbagai sumber pustaka untuk mengukur kemampuan membaca. Dan pembelajar dapat melaporkan hasil pemecahan masalah untuk mengukur kemampuan menulisnya.

2.5  Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra   Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya memberikan pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik mungkin agar siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan  teoritik belaka. Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan. 
Menurut Endraswara (2003:58) pendekatan kontekstual memang cukup strategis karena menghendaki (1) terhayati fakta yang dipelajari, (2) permasalahan yang akan dipelajari harus jelas, terarah, rinci, (3) pragmatika materi harus mengacu pada kebermanfaatan secara konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif dan mandiri. Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan sebagai berikut.
1)      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Membaca
Membaca menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu strategi, kelancaran, pembaca, dan teks. Dalam pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas. Masyarakat belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar

informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
Guru seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.


2)      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Berbicara
Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara. Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu.
Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa. Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif. Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.

3)      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan
Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif, konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk mendengarkan. Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman. Kemudian siswa diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan. Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada keterampilan mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa. Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung dan pembelajaran keterampilan yang lain. Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam satu periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan siswa dalam keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan untuk mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa. Teknik ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami, perasaan siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat berupa diary, atau catatan siswa yang lain.
4)      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis kreatif.

Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan melainkan siswa sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memberikan instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa ada penguatan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep yang dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat dipahami dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan terdekatnya. Guru seharusnya dapat memberikan ruang bebas untuk siswa agar dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu dibatasi. Komponen CTL berwujud refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan realitas sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa pemberian tugas menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya dapat dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang dipelajari hari itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian jawaban tentang permasalahan tersebut. Setelah siswa menulis diary dalam periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa tersebut dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi kompetensi atau belum. Seorang guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan penilaian secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa harus sesuai dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat rubrik penilaian yang dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum membuat rubrik, guru harus dapat membuat instrumen yang mudah dimengerti oleh siswa, dan instrumen yang dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif. Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat memfasilitasi siwa untuk menulis kreatif.









BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan dan Saran
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran. Kerja sama yang baik antara para pelaksana pendidikan dengan masyarakat akan memperlancar proses pendidikan.




DAFTAR PUSTAKA

Komaruddin, Erien. 2005. Panduan Kreatif Bahasa Indonesia. Bogor: Yudhistira.
Nurhadi, dkk. 2002. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Pranowo. 2015. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Suyanto, Kasihani E. 2003. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah disajikan dalam Penataran Terintegrasi, AA dalam CTL. Malang: Universitas Negeri Malang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Belajar Mengajar

ANALISIS KONTRASTIF Dalam PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA